Oleh: Andi Ramli*)
Narasi tentang Indonesia Gelap yang disuarakan oleh sejumlah pihak ternyata tidak sepenuhnya merepresentasikan kondisi kemajuan bangsa saat ini. Justru, banyak kemajuan dan optimisme yang sedang dibangun oleh pemerintah serta berbagai elemen masyarakat. Dalam menghadapi beragam tantangan, masyarakat diajak untuk melihat persoalan bangsa secara seimbang, bukan dengan narasi suram yang bisa melemahkan semangat kolektif membangun negeri.
Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan keterbukaan untuk berdialog dengan pihak-pihak yang menyuarakan kekecewaan terhadap kondisi negara, termasuk kelompok yang dikenal sebagai Indonesia Gelap. Presiden menyampaikan niatnya untuk memahami apa yang sebenarnya dimaksud dengan istilah tersebut dan menawarkan kerja sama dalam mengatasi hal-hal yang dinilai gelap. Baginya, jika memang ada sisi gelap di negeri ini, maka hal itu bukan untuk diperdebatkan secara terbuka semata, melainkan untuk diperbaiki bersama secara nyata.
Kelompok Indonesia Gelap sendiri bukanlah organisasi resmi, melainkan sekumpulan suara yang muncul dari kekecewaan terhadap pelanggaran hak asasi manusia, korupsi yang belum kunjung reda, dan krisis dalam demokrasi yang dirasa semakin memburuk. Mereka aktif menyuarakan tuntutan melalui kanal-kanal media sosial dan berbagai aksi sipil seperti Aksi Kamisan, yang telah lama menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, terutama oleh Ibu Sumarsih yang memperjuangkan keadilan atas kematian putranya dalam Tragedi Semanggi.
Kelompok ini dikenal menyuarakan Asta Tuntutan Rakyat, yang mencakup delapan poin kritis terhadap kebijakan negara, mulai dari kembalinya militer ke jabatan sipil, pelemahan lembaga antikorupsi seperti KPK, degradasi demokrasi, hingga persoalan kesenjangan sosial, dominasi oligarki politik, serta hilangnya integritas intelektual di kalangan elite. Mereka menilai bahwa arah pembangunan saat ini mengabaikan substansi keadilan sosial dan demokrasi yang menjadi pilar negara.
Namun di sisi lain, pemerintah justru tengah mengusung beragam program yang diyakini akan membawa Indonesia menuju masa depan yang cerah. Salah satu program unggulan yang diperkenalkan adalah Makan Bergizi Gratis serta pembentukan 80.000 Koperasi Merah Putih, yang ditargetkan akan menggandakan modal dalam dua tahun.
Langkah besar ini tidak dijalankan sendiri, tetapi didampingi oleh pakar-pakar global seperti Ray Dalio, Jeffrey Sachs, Thaksin Sinawatara, serta dikawal langsung oleh dua mantan presiden, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Pemerintah melihat bahwa dengan kolaborasi lintas generasi dan keahlian global, masa depan Indonesia bisa lebih menjanjikan.
Pentingnya dialog juga disorot oleh Presiden Prabowo sebagai upaya menciptakan partisipasi bermakna dalam demokrasi. Sebuah percakapan yang tidak melulu mempertentangkan pandangan, melainkan berangkat dari kesediaan untuk mendengar dan bekerja sama demi perbaikan kondisi. Dalam pandangannya, suara kritis bukan musuh negara, melainkan bagian dari dinamika demokrasi yang sehat. Apalagi ketika fungsi oposisi formal di parlemen tak lagi berjalan optimal, peran masyarakat sipil menjadi vital dalam menjaga keseimbangan demokratis.
Isu Indonesia Gelap juga disinggung oleh Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad dalam pertemuan dengan pimpinan serikat dan konfederasi buruh menjelang peringatan Hari Buruh Internasional. Dalam forum tersebut, Dasco menegaskan pentingnya kekompakan antara pemerintah, DPR, dan kelompok buruh untuk menghadapi tantangan global.
Menurutnya, tantangan ekonomi hanya bisa dihadapi jika semua pihak bersatu dan optimis terhadap masa depan. Ia menilai bahwa Indonesia memiliki masa depan yang terang, dilihat dari potensi sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki.
Dalam kesempatan itu, Dasco juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo memiliki tekad untuk meningkatkan kesejahteraan buruh melalui rencana kenaikan upah hingga 10 persen. Ia berharap dengan kebijakan ini, daya beli masyarakat bisa terdongkrak dan pertumbuhan ekonomi semakin positif. Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak menutup mata terhadap tuntutan masyarakat, tetapi justru berusaha merespons dengan kebijakan yang berpihak kepada kesejahteraan rakyat.
Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Dr. KH. Marsudi Syuhud, yang menekankan bahwa narasi negatif seperti Indonesia Gelap bisa muncul ketika harapan masyarakat tidak sejalan dengan kenyataan. Menurutnya, dalam kondisi seperti ini, masyarakat harus bijak dan tidak terprovokasi. Ia mengajak semua pihak untuk tetap menjaga keseimbangan antara keinginan dan kemampuan, agar tidak terjebak dalam pesimisme yang justru merugikan.
KH. Marsudi menilai bahwa kepemimpinan Presiden Prabowo membawa semangat optimisme yang sejalan dengan nilai-nilai agama, yaitu membangun dengan semangat kebersamaan, bukan saling menyalahkan atau menyebarkan ketakutan. Ia juga mengingatkan bahwa perbedaan pendapat harus disampaikan secara terbuka dan bertanggung jawab, bukan dengan cara yang memecah belah bangsa. Menurutnya, kritik yang membangun justru penting dalam membentuk arah pembangunan yang lebih baik dan inklusif.
Narasi Indonesia Gelap sepatutnya tidak dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai refleksi dari suara rakyat yang menginginkan perubahan. Namun, dalam negara demokratis, setiap narasi harus seimbang dengan fakta dan dilandasi oleh semangat membangun, bukan sekadar menyalahkan. Ketika suara kritis direspons dengan dialog dan langkah konkret seperti yang dilakukan pemerintah, maka sinyal positif untuk perbaikan menjadi nyata.
Masyarakat diharapkan tidak hanya terpaku pada gambaran suram yang terus didengungkan oleh sebagian kalangan, melainkan mulai terlibat secara aktif dalam proses perubahan. Masa depan bangsa tidak bisa ditentukan oleh satu sisi saja, baik oleh penguasa maupun oposisi. Masa depan Indonesia terang atau gelap sangat tergantung pada kolaborasi antara semua elemen bangsa. Oleh sebab itu, daripada larut dalam narasi kegelapan, mari bersama mendorong perubahan nyata dengan semangat optimisme, kerja sama, dan tanggung jawab bersama demi Indonesia yang lebih cerah.
*) Analis Politik Nasional – Forum Kajian Demokrasi Indonesia