Masyarakat Tolak Provokasi Aneksasi Papua

  • Bagikan

Oleh : Matius Lokbere )*

Setiap tanggal 1 Mei, bangsa Indonesia memperingati integrasi Papua ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Momen ini menjadi tonggak sejarah penting yang menandai dimulainya pemerintahan Indonesia secara resmi di Papua sejak 1963, dan diperkuat oleh pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. Proses integrasi tersebut tidak hanya sah secara hukum nasional, tetapi juga mendapatkan pengakuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menjadikannya sebagai bagian yang sah dan final dari kedaulatan Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir, semangat kebangsaan masyarakat Papua semakin menguat. Provokasi yang mencoba menggiring opini publik bahwa Papua mengalami aneksasi terbukti tidak mendapat tempat. Narasi semacam ini terus ditolak oleh berbagai lapisan masyarakat Papua karena bertentangan dengan fakta sejarah dan kenyataan di lapangan. Penolakan ini lahir bukan dari tekanan, melainkan dari kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya stabilitas, pembangunan, dan kebersamaan dalam bingkai NKRI.

Di tengah proses pembangunan yang kian merata, berbagai elemen masyarakat Papua menunjukkan komitmen tinggi dalam menjaga kedamaian. Masyarakat semakin sadar bahwa kekerasan dan ajakan separatisme hanya membawa kerugian bagi diri mereka sendiri. Mereka memilih untuk mendukung pembangunan, menjaga harmoni, dan menolak setiap bentuk provokasi yang dapat merusak tatanan sosial yang telah dibangun bersama.

Pemerintah terus memperkuat kehadirannya melalui percepatan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Proyek strategis seperti Jalan Trans Papua, pembangunan pelabuhan, bandara, hingga penyediaan layanan kesehatan di wilayah pedalaman menjadi bukti konkret dari keseriusan negara dalam membangun tanah Papua. Masyarakat merespons upaya tersebut secara positif karena manfaatnya dirasakan secara langsung dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam peringatan 1 Mei 2025, berbagai kegiatan yang mencerminkan cinta tanah air digelar di berbagai wilayah Papua. Pelajar, tokoh adat, tokoh agama, dan komunitas lokal menunjukkan semangat nasionalisme yang kuat melalui aksi nyata. Hal ini menunjukkan bahwa Papua bukanlah entitas yang terpisah, melainkan bagian yang menyatu dan tumbuh bersama Indonesia.

Penolakan terhadap narasi aneksasi semakin ditegaskan oleh para pemimpin daerah dan tokoh masyarakat. Komandan Korem 182/Jazira Onim, Kolonel Inf Irwan Budiana menyampaikan bahwa sejak integrasi Papua pada 1 Mei 1963, proses pembangunan terus berjalan dan seharusnya didukung oleh semua pihak. Para pemimpin ini memahami bahwa upaya pemisahan hanya akan memperburuk situasi keamanan, memperlambat pembangunan, serta menurunkan kualitas hidup masyarakat. Karena itu, masyarakat lebih memilih memperkuat kesatuan bangsa dan menjaga stabilitas daerah.

Pendekatan keamanan yang diterapkan di Papua juga mengalami transformasi signifikan. Jajaran aparat keamanan menjalankan perannya dengan cara-cara yang humanis dan dialogis. Mereka membangun sinergi dengan tokoh adat, pemuda, dan kelompok masyarakat lainnya untuk menciptakan ruang hidup yang aman dan damai. Pendekatan ini terbukti efektif dalam menjaga situasi tetap kondusif sekaligus mempererat hubungan antara masyarakat dan negara.

Sementara itu, narasi kelompok separatis yang menyuarakan pemisahan diri dari Indonesia makin kehilangan relevansi. Dukungan terhadap gerakan separatis ini semakin menurun, baik di dalam negeri maupun di panggung internasional. Dunia mengakui Papua sebagai bagian sah dari Indonesia dan mencatat progres pembangunan yang terus berlangsung. Kepala Biro Informasi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, mengingatkan bahwa upaya separatisme tidak berdasar karena bertentangan dengan sejarah dan realitas geopolitik yang telah diterima secara internasional.

Penguatan identitas nasional di Papua juga dibangun melalui sektor pendidikan. Kurikulum yang inklusif dan berorientasi pada nilai-nilai kebangsaan diperkenalkan untuk memperkuat pemahaman sejarah yang benar kepada generasi muda Papua. Pendidikan yang berkualitas menjadi benteng awal dalam membentengi anak-anak bangsa dari narasi yang menyesatkan dan berpotensi memecah belah.

Papua, dengan segala kekayaan budaya, sumber daya alam, dan potensinya, memiliki posisi penting dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Anak-anak muda Papua saat ini telah banyak mengambil peran dalam sektor strategis nasional dan menunjukkan kapasitas kepemimpinan yang membanggakan. Mereka tidak hanya menjadi bagian dari peta wilayah Indonesia, tetapi juga berkontribusi nyata dalam denyut pembangunan bangsa.

Momentum peringatan 1 Mei tahun ini menjadi refleksi bahwa keberadaan Papua dalam NKRI sudah final dan tak perlu dipertanyakan kembali. Provokasi yang mencoba mengusik keharmonisan masyarakat Papua dipastikan tidak akan mampu menembus keteguhan hati rakyat yang telah merasakan manfaat persatuan. Tokoh Masyarakat Papua, Martinus Kasuay, mengingatkan bahwa kekerasan hanya akan membawa penderitaan dan menghambat pembangunan. Pandangan ini senada dengan pernyataan dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dewi Asmara, yang menyebutkan bahwa setiap bentuk kekerasan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak harapan masyarakat akan kesejahteraan dan kemajuan.

Pada akhirnya, dukungan kuat dari masyarakat Papua terhadap kedaulatan negara menjadi fondasi utama dalam menjaga keutuhan NKRI. Keteguhan dalam menolak narasi destruktif menjadi wujud kedewasaan politik dan kesadaran sejarah yang tinggi. Selama semangat persatuan terus dijaga, masa depan Papua dalam bingkai Indonesia akan tetap cerah, berdaya, dan penuh harapan.

)* Penulis merupakan mahasiswa di Makassar asal Papua

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *