OPINI Oleh : Elista Fantura Jelita Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang Ilmu komunikasi Semester V
Kota Malang, yang dikenal sebagai kota pendidikan, kota dingin, dan lebih dramatisnya yaitu kota seribu kenangan. Dimana suka dan duka yang dialami oleh mahasiswa/mahasiswi yang kuliah di kota Malang ini begitu berwarna-warni seperti pelangi.
Dengan dijuluki kota pendidikan, banyak mahasiswa dari latar belakang budaya yang beragam yang menempuh pendidikan di kota ini. Mahasiswa yang tinggal di kota dingin ini tidak hanya berinteraksi dengan teman sesama daerah, tetapi juga dari berbagai budaya yang berbeda. Dalam hal ini, komunikasi lintas budaya menjadi aspek penting yang memengaruhi Kesejahteraan emosional mereka.
Pengaruh Komunikasi Lintas Budaya antara Mahasiswa Unitri.
Pengaruh komunikasi lintas budaya dan alasan mengapa hal ini penting bagi mahasiswa, sebagai lembaga pendidikan tinggi, Unitri Malang menjadi wadah bagi mahasiswa untuk berinteraksi, berkolaborasi, dan berbagi pengalaman budaya yang berbeda.
Komunikasi lintas budaya yang efektif dapat membawa dampak positif, tidak hanya dalam konteks akademis, namun juga pada kesejahteraan emosional mahasiswa. Kesejahteraan emosional mencakup perasaan bahagia, puas, dan sejahtera dalam menjalani kehidupan sehari-hari, yang sangat penting bagi perkembangan pribadi mahasiswa.
Mahasiswa yang mampu berkomunikasi dengan efektif, cenderung lebih mudah mengatasi stress yang berasal dari ketegangan atau perasaan kurang nyaman. Namun, dengan kemampuan berkomunikasi yang baik, mahasiswa bisa saling memahami dan menghargai perbedaan, yang pada akhirnya bisa mengurangi stres dan meningkatkan rasa nyaman dalam berinteraksi.
Komunikasi lintas budaya berperan penting dalam meningkatkan toleransi di sesama mahasiswa. Ketika sedang berinteraksi dengan teman dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, mereka belajar untuk menghargai perbedaan. Proses ini bukan hanya mengurangi paham diskriminasi, melainkan juga membentuk pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat lain.
Mahasiswa Unitri dengan latar belakang kebudayaan yang beragam, tentu memiliki keterampilan emosional yang notabene bisa menciptakan keberagaman yang menyatu. Memiliki teman dari daerah yang berbeda dapat membantu setiap individu agar merasa terhubung dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, komunikasi lintas budaya dapat berkontribusi terhadap kesejahteraan emosional mahasiswa Unitri.
Namun dibalik itu semua, komunikasi lintas budaya juga tidak tanpa tantangan dalam artian bahwa setiap interaksi yang diciptakan pasti ada hambatan dan miskomunikasi dapat terjadi, yang bisa mengakibatkan kesalahpahaman.
Komunitas yang beragam menciptakan peluang untuk membangun jaringan dukungan emosional. Ketika mereka mengalami kesulitan, mereka dapat menemukan dukungan dari teman-teman yang berasal dari budaya yang berbeda.
Pengalaman seperti ini sudah saya dapatkan, dan saya sangat bersyukur dengan itu semua. Dukungan yang didapat tidak hanya berupa dorongan moral, tetapi juga perspektif yang berbeda dalam menghadapi masalah.
Awalnya saya berpikir, kampus Unitri hanya untuk masyarakat pulau Jawa dan beberapa saja yang berasal dari daerah lain. Namun ternyata, Kampus ini menciptakan toleransi serta keberagaman yang kuat karena rata-rata mahasiswa yang kuliah di kampus ini, berasal dari pulau yang berbeda.
Kampus ungu ini, selain sebagai tempat untuk menempuh pendidikan, juga menjadi perantara untuk menciptakan interaksi dengan teman-teman dari daerah lain. Mahasiswa yang kuliah di kampus ini, rata-rata berasal dari provinsi NTT cukup dominan dan terbukti bahasa yang digunakan disetiap berkomunikasi kedengarannya kasar, namun nyatanya memiliki makna yang halus dan begitulah ciri-ciri anak Timur.
Contoh bagaimana komunikasi lintas budaya diterapkan dalam situasi sehari-hari di kampus Unitri yakni, menghadapi perbedaan dalam cara berkomunikasi, mahasiswa dari berbagai daerah, pasti sering kali mengalami perbedaan gaya berbicara saat berinteraksi dengan teman dari daerah yang lainya. Misalnya, mahasiswa yang berasal dari NTT cenderung berbahasa dengan tutur kata yang terkesan “kasar” dan pastinya akan kedengaran kasar bagi mahasiswa jawa maupun Kalimantan yang cenderung dengan gaya berbicara dengan tutur yang “halus”. Namun, dengan komunikasi lintas budaya yang baik, segala kesalahpahaman yang terjadi bisa diatasi.
Mahasiswa dari daerah jawa maupun Kalimantan dan daerah yang lainya, yang pada mulanya merasa terganggu dengan gaya berbicara mahasiswa Timur lebih tepatnya NTT, akan pelan-pelan bisa beradaptasi dan mengartikan bahwa bahasa tersebut tidak menunjukan bentuk ketidak kesopanan dari mahasiswa/mahasiswi NTT. Begitupun sebaliknya, mahasiswa dari NTT akan memahami bahwa gaya bertutur mahasiswa dari daerah Jawa yang menggunakan bahasa yang halus menggunakan bagian dari adat istiadat orang Jawa.
Pada intinya, disini komunikasi lintas budaya berfungsi untuk menjembatani interaksi mahasiswa dari daerah yang berbeda. Kemudian saat mengadakan diskusi dikelas, yang mewakili keragaman.
Dalam diskusi di kelas pastinya sering kali perbedaan latar belakang budaya muncul dari cara mahasiswa menyampaikan pendapat. Namun, dalam Suasana ini, perbedaan tidak menjadi hambatan untuk tetap terjaganya komunikasi lintas budaya. Mahasiswa pastinya belajar untuk memberikan ruang bagi satu sama lain, untuk berbicara, dan dosen pun tentunya berperan penting dalam mengatur jalannya diskusi agar semua tetap berjalan kondusif. Dosen sering kali memberikan penekanan tentang pentingnya menghargai pendapat orang lain dan bagaimana cara mereka berbicara, meskipun dalam penyampaiannya berbeda.
Komunikasi lintas budaya di kampus Unitri sangat penting dalam menciptakan kesejahteraan emosional mahasiswa. Interaksi yang dilakukan oleh mahasiswa memberikan peluang untuk memahami dan menghargai perbedaan budaya, yang pada gilirannya membantu mahasiswa dan menghargai perbedaan budaya, yang pada intinya bisa membantu mahasiswa mengurangi rasa stress dan kurang nyaman. Mahasiswa yang mampu berkomunikasi secara efektif dengan teman-teman dari daerah lain tentunya juga akan merasa lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan yang beragam dan majemuk. Misalnya, gaya berbicara yang terkesan kasar bagi mahasiswa dari daerah Jawa, dari mahasiswa NTT, dapat dipahami sebagai bagian dari kebudayaan mereka, bukan bentuk ketidaksopanan. Dalam hal ini, komunikasi lintas budaya bisa menjembatani perbedaan yang ada.
Meskipun komunikasi lintas budaya memiliki manfaat dalam membangun hubungan antar mahasiswa, ada tantangan yang tak bisa diabaikan.
Perbedaan budaya yang terlalu besar, terutama dalam gaya berbicara atau cara penyampaian pendapat, dapat menciptakan kesalahpahaman yang dapat berujung pada ketegangan emosional. Misalnya, mahasiswa dari NTT yang terbiasa berbicara dengan gaya yang lebih lugas dan terdengar kasar bisa disalahartikan oleh mahasiswa dari daerah lain sebagai ketidaksopanan atau agresivitas. Dalam konteks ini, meskipun ada niat untuk berkomunikasi dengan baik, perbedaan cara berbicara tetap bisa menyebabkan ketidaknyamanan yang berpotensi merusak hubungan antar mahasiswa.
Tantangan komunikasi lintas budaya memang ada, namun hal tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap perbedaan budaya. Mahasiswa yang berkomunikasi dengan penuh empati dan kesadaran bahwa setiap daerah memiliki cara dan nilai-nilai komunikasi yang berbeda akan lebih mudah untuk menghindari kesalahpahaman.
Seiring waktu, interaksi yang sering dan terbuka akan membuat mahasiswa semakin terbiasa dengan perbedaan ini dan menjadikannya sebagai bagian dari keberagaman yang memperkaya pengalaman mereka. Misalnya, meskipun mahasiswa dari NTT mungkin berbicara lebih lugas, dengan pemahaman yang lebih mendalam, mahasiswa dari Jawa atau Kalimantan akan lebih menghargai cara berbicara ini sebagai ekspresi kehangatan dan kejujuran, bukan agresivitas.(pisto32)